Sabtu, 19 Desember 2009

Mengurai UU BHP

MENGURAI UNDANG – UNDANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN ;
Masihkah Pemerintah Komitment Terhadap Amanat Founding Father Bangsa Indonesia ?
Oleh ; Ramahadin Damanik

Kontroversi Undang – Undang Badan Hukum Pendidikan( selanjutnya di sebut UU BHP) terjadi dimana – mana, banyak kalangan yang cukup serius melihat dan mengkritisi UU BHP, baik dari kalangan Mahasiswa, pakar pendidikan, pemerhati dan lain sebagainya. Tentunya kita sebagai Mahasiswa yang nota bane memiliki latar belakang dan konsentrasi study di bidang pendidikan haram hukumnya untuk reaktif dan menolak begitu saja UU BHP tanpa ada kajian yang mendalam tentang UU BHP, apalagi bersikap apatis.
UU BHP jika kita urai lebih jauh merupakan amanah dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 53 , yang bunyinya ; penyelenggara dan atau pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau oleh masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, inilah asal muasal UU BHP yang baru disyahkan oleh DPR pada tanggal 17 Desember 2008.
Jika kita berbicara tentang UU BHP dan relasinya dengan komitment pemerintah terhadap amanat founding father bangsa Indonesia tentunya sangat jauh dari harapan, walaupun ada beberapa pasal yang mengarah kepada kemajuan pendidikan Nasional. Yaitu ingin bersaing di tingkat Internasional dengan memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain beberapa harapan untuk kemajuan pendidikan Nasional yang tertuang dalam beberapa pasal yang ada dalam UU BHP, akan tetapi banyak juga pasal – pasal yang sangat controversial dengan kondisi real bangsa Indonesia. Ada beberapa pasal yang ada dalam UU BHP yang menimbulkan kontroversi dan menjadi bahan perdebatan dan penolakan dari masyarakat Indonesia. Diantaranya adalah ;
1. Komersialisasi Pendidikan
UU BHP menurut para pemerhati dan mahasiswa syarat dengan komersialisasi pendidikan dan seakan pemerintah ingin lepas dari tanggung jawab nya terhadap pendidikan, diantara pasal tersebut adalah ;
Pasal 4 ayat 1 ;
(1) Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
Dalam pasal ini, jelas bahwa institusi pendidikan layaknya akan menjadi sebuah perusahaan, walaupun dihiasi dengan prinsip nirlaba, ketika institusi pendidikan dijadikan layaknya perusahaan, maka yang memiliki uang sajalah yang dapat mengakses pendidikan, dan yang tidak memiliki uang maka akan tersingkir.
Pasal 41 ayat 6 – 10 ;
(6) Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung paling sedikit 1/2 (seperdua) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.
(7) Peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya.
(8) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah berstandar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan pada BHPP atau BHPPD paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional.
(9) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi berstandar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan pada BHPP paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional.
(10) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika kita cermati beberapa pasal diatas, sudahlah jelas bahwa pemerintah seakan – akan ingin melepaskan tanggung jawabnya, walaupun disana dikatakan dengan peserta didik membayar sekian persen.




2. Diskriminatif
Pasal 46 ayat 1
(1) Badan hukum pendidikan wajib menjaring dan menerima Warga Negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.
Dalam pasal ini, sungguh sangat diskriminatif, disebutkan bahwa BHP hanya wajib menjaring dan menerima WNI yang memiliki potensi akademik dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 % dari jumlah keseluruhan peserta didik. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana dengan orang – orang yang tidak memiliki potensi akademik dan ketidak mampuan secara ekonomi ? apakah mereka tidak berhak mendapatkan pendidikan yang layak ?

3. Terbukanya peluang Investor asing dalam penyelenggaraan pendidikan
Pasal 1 ayat 6 – 9
6. Pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan.
7. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
8. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.
9. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam pasal ini, dijelaskan bahwa pendiri BHP adalah pemerintah, pemerintah daerah atau MASYARAKAT, kata masyarakat dalam hal ini, sangat membuka peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya, walaupun di dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah.
Dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa yang termasuk BHP adalah pendidikan formal baik pendidikan dasar , menengah dan pendidikan tinggi. Yang sangat disayangkan adalah pendidikan dasar juga termasuk dalam BHP, sungguh ironis…
Oleh karena itu, kita semua menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah instrument untuk memperkokoh dan mentransformasikan ideology, jika pendidikan telah di kuasai oleh korporasi asing melalui tangan – tangan rakyat Indonesia yang tidak bertanggung jawab, sangatlah mungkin korporasi asing akan menitipkan ideology nya untuk di transformasikan di sekolah – sekolah tersebut, al hasil adalah karakter ke Indonesiaan tidak akan tertanam dalam diri pendidik.
Dari deskripsi singkat diatas, kita dapat menilai bahwa Relasi antara UU BHP dengan Komitment pemerintah terhadap amanah founding father bangsa Indonesia ( …Mencerdaskan kehidupan Bangsa…) sangat lah jauh bahkan melupakan amanah tersebut.
Mengingat bahwa UU BHP telah di syahkan oleh DPR, dan juga ada beberapa pasal yang memang itu merupakan sebuah ikhtiar pemerintah untuk memajukan pendidikan Nasional, maka kita sebagai mahasiswa harus berusaha memberikan yang terbaik buat bangsa Indonesia. Dengan beberapa cara, yaitu ; satu ; Judicial Review sebuah keharusan dalam rangka mengkritisi beberapa pasal yang bertentangan dan menggantikannya dengan pasal yang berpihak kepada masyarakat lemah, dua ; Mahasiswa harus mampu menjadi The Power Of Control akan kebijakan UU BHP dalam praktiknya sehingga ketakutan – ketakutan kita tidak terwujud.
Demikianlah sekilas tulisan ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, harapan kami kita semua harus mampu mencermati dan mendalami isi UU BHP, sehingga kita tidak salah menilai dan mengambil sikap.
Billahi taufiq walhidayah
Wassalamualaikum wr,wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar