Rabu, 15 Juli 2009

Pendidikan Profetik Oleh Ramahadin Damanik

Pendidikan Profetik
March 31, 2008, 11:52 pm
Filed under: Uncategorized

‘Pendidikan Profetik’. Dari akar katanya dapat diartikan profetik = prophetic = kenabian , jelas sekali terkandung nilai filosofis yang dalam dengan pendidikan kenabian ini. Jadi, aspek intelektualitas saja tidak cukup bagi para pelaku pendidikan, tetapi juga harus didukung dengan sisi religius kenabian yang sarat dengan akhlaq mulia dan budi pekerti yang luhur.

Selama ini kita memang mendambakan pendidikan yang lebih profetik. Fenomena dunia pendidikan nasional belakangan ini adakalanya menggembirakan sekaligus mencemaskan. Menggembirakan, karena banyak upaya serta program pengembangan sekolah yang lebih terukur kualitas dan kemajuannya, maka lahirlah sekolah-sekolah unggulan. Mencemaskan, sebab dunia pendidikan sebagai gerbang pencerahan anak-anak bangsa, kini dihantui oleh banyak konflik horisontal di masyarakat, tawuran antarpelajar, narkoba di kalangan remaja. Pendidikan profetik, barangkali dapat menjadi harapan di masa depan. Sebuah proses pembelajaran yang meneguhkan arti pentingnya pencerahan mental spiritual semua stakeholder pendidikan, sehingga martabat dan hati nurani manusia benar-benar dihargai maknanya.

Pendidikan Profentik sebenarnya telah banyak dijadikan ide oleh para tokoh pendidikan untuk menjadikan sistem pendidikan dinegeri kita ini menjadi makin bagus seperti pemikiran dari Kuntowijoyo, beliau adalah ilmuwan sosial Muslim yang pertama kali mengetengahkan perlunya "ilmu sosial profetik" (ISP). Dalam pemikiran beliau pendidikan profentik dibagi menjadi dua hal pokok.

Pertama, transformasi sosial dan perubahan. Sebagaimana dikemukakan oleh M Dawam Raharjo dalam kata pengantarnya untuk buku Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, ISP yang ditawarkan Kuntowijoyo merupakan alternatif terhadap kondisi status quo teori-teori sosial positivis yang kuat pengaruhnya di kalangan intelektual dan akademisi di Indonesia. ISP tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial. Tetapi juga memberikan interpretasi, mengarahkan, serta membawa perubahan bagi pencapaian nilai-nilai yang dianut oleh kaum Muslim sesuai petunjuk Al Quran, yakni emansipasi atau humanisasi, liberasi, dan transendensi.

Kedua, menjadikan Al Quran sebagai paradigma. Yang dimaksud paradigma oleh Kuntowijoyo dalam konteks ini adalah sebagaimana dipahami Thomas Kuhn, yakni bahwa realitas sosial dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang pada gilirannya akan menghasilkan mode of knowing tertentu pula. Dengan mengikuti pengertian ini, paradigma Al Quran bagi Kunto adalah "konstruksi pengetahuan" yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana dimaksud oleh Al Quran itu sendiri. Ini artinya, Al Quran mengonstruksi pengetahuan yang memberikan dasar bagi kita untuk bertindak. Konstruksi ini memungkinkan kita untuk mendesain sistem, termasuk di dalamnya sistem pengetahuan (M Syafii Anwar: 1997).

Didalam pendidikan profetik ada sisi memungkinkan bagi pemikiran tentang kenabian itu bisa digunakan dalam melihat realitas. Tentu saja, hal ini meniadakan prinsip ilmu sosial yang bebas nilai. Ilmu sosial dengan paradigma profetis harus melakukan pembebasan seperti apa yang pernah dilakukan oleh para Nabi. Jika kita perhatikan, sejarah Nabi-nabi itu memiliki kadar kedalamaan ilmiah yang tinggi, yaitu bagaimana cara kerja pikir dan sikap mereka dalam memahami realitas. Para Nabi melakukan “pembebasan sosial” (liberating) di mana ketidakadilan dan penindasan begitu menghantui kehidupan masyarakat. Mereka tetap berangkat dari substansi ajaran agama (transedensi) yang itu harus “diaktivasi” dalam realitas kesejarahan manusia.

Adatiga unsur yang menjadi bagian dari kerangka kerja ilmiah dalam memahami realitas, yaitu liberasi, emansipasi, dan transendensi. Ketiga unsur itu harus digerakkan dalam aktivisme sejarah. Tapi, gagasan mengenai sosiologi profetik yang akan dikaji dalam tulisan ini baru beranjak dari upaya mengembangkan ilmu sosiologi yang multi-disiplin, tidak menafikan adanya kepentingan “nilai” (prophetic as a value), dan berkewajiban untuk melakukan pembebasan dan perubahan sosial. Gagasan sosiologi profetik tidak cukup hanya dengan kontribusi tulisan ini saja, perlu perluasan wacana di masa mendatang.

Jadi dapat disimpulkan dalam pendidikan profetik ini sistem pendidikan tidak hanya untuk mengejar tingginya intelektual saja tetapi sisi religius juga menjadi aspek penting sehingga masa depan agama dan bangsa Indonesia yang kini sedang tertatih sekarang ini bisa cepat keluar dari krisis. Tidak hanya krisis ekonomi, tetapi juga krisis pengetahuan yang rasional obyektif. Terlebih bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang mana UNY terkenal telah mencetak banyak tenaga pendidik sehingga diharapkan dengan pendidikan profetik ini selain dapat memajukan IPTEK juga mampu meningkatkan IMTAQ dari pendidik maupun dari peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar